Bismillaahirrohmaanirrohim…
Halo sobats, kamu setuju tidak, jika pembullyan kadang tidak mengenal tempat. Di desa maupun di kota, pasti ada saja oknum yang menggaungkan hal negatif dengan tujuan merundung seseorang yang pastinya amat sangat merugikan orang tersebut. Sebab dampaknya bukan hanya jangka pendek, bahkan jangka panjang. Bisa seumur hidup.
“Dasar anak pembawa sial,”
Ya, dulu saya pernah diejek sama senior di tempat ngaji yang mana saat bermain, saya berhasil menangkap dia namun dia harus kejedot pintu pembatas sebab kaget saat saya pegang tangannya, yang mana pertanda, kayak tersebutlah yang akan ganti peran dengan saya. Yaitu menangkap pemain lain di halaman tempat ngaji itu.
Karena teras mushola amat sangat sempit, sehingga kami bisa lebih mudah menangkap. Walau untung-untungan juga sih. Eh, nggak taunya pas giliran saja, justru kena kata-kata yang saat ini masih terekam jelas adegannya.
Screening Film Pendek Lokal “Lastarè” oleh Pintu Project dan “Wrapped” oleh Jawara Film
Selasa, 24 Juni 2025, saya berkesempatan menghadiri Pemutaran Film Pendek Lokal dengan tajuk “Dua Film, Satu Rasa, Satu Malam” di Grand Valonia Hotel Jember. Dua film yang ditayangkan malam itu adalah “Lastarè” yang diproduksi oleh Pintu Project, merupakan komunitas film yang berbasis di Situbondo, serta “WRAPPED” yang diproduksi oleh Jawara Film asal Jember.
For your information, acara ini menjadi pemutaran keempat kali, dua film pendek ini, sekaligus menjadi kota pertama yang disinggahi selama rangkaian roadshow berlangsung.
Diselenggarakannya kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan karya film pendek lokal, sehingga dapat membuka ruang diskusi, serta dapat mengedukasi publik mengenai isu-isu sosial yang amat sangat dekat di kehidupan sehari-hari, seperti perundungan atau bullying.
Bersama teman-teman dari komunitas Blogger Jember Suger, The Jannah Institute, Komunitas Mahasiswa, serta Wartawan dari RRI Jember. Kami mulai menyaksikan rangkaian demi rangkaian acara yang dimulai pada jam 19.00 WIB.
Tidak lupa, sebelum pemutaran film, panitia menginstruksikan untuk mematikan suara dari ponsel, entah nada dering dan lainnya. Supaya saat film tayang, bisa lebih khidmat menyaksikan scene yang disajikan dari dua film tersebut.
![]() |
sembari menunggu tayang, kita santap kudapannya terlebih dahulu |
Rangkaian Acara Selama Pemutaran Film Pendek “Dua Film, Satu Rasa, Satu Malam”
Pemutaran dua film pendek lokal ini berlangsung di Rose Meeting Room Lantai satu, di hotel berbintang tiga di Jember, yang terkenal memiliki fasilitas nyaman, termasuk rooftop di lantai lima untuk bersantai, di Grand Valonia Hotel, Jember.
Acara malam itu, dipandu oleh Kak Naufal Falih Rabbani sebagai MC sekaligus moderator diskusi, yang berhasil menjaga suasana tetap hidup, hangat, dan santai sepanjang acara berlangsung.
1. Sambutan dari General Manager Grand Valonia Hotel
Tidak disangka, jika General Manager Grand Valonia Hotel, yaitu Muhammad Noval Muqorrobin, S.E., dulunya juga pernah bergabung dengan 2 komunitas berbeda termasuk keterlibatannya sebagai produser eksekutif serta talent. Sehingga beliau menyambut baik acara screening film pendek di Grand Valonia Hotel.
Selain kegiatan perfilman, beliau juga ikut mendukung acara olahraga, seperti tapak suci, dan lainnya, yang mana saat acara berlangsung, berada di Grand Valonia Hotel. Seperti taglinenya, yaitu: Ciptakan Pelayanan di Setiap Kenyamanan.
Beliau juga mengapresiasi inisiatif Pintu Project untuk dapat menghadirkan tontonan edukatif sekaligus ruang diskusi kreatif di Jember.
2. Pembacaan Puisi
Selanjutnya pembukaan acara sebelum screening yaitu pembacaan puisi yang dibacakan oleh dua Mahasiswa Universitas Jember. Eka Widyah, membacakan puisi yang berisikan penggusuran tempat tinggal, kemudian Andini Rahmania, membacakan puisi karangan penyair yang lahir di Medan dengan judul “Puisi Aku Chairil Anwar”.
Kedua puisi yang dibacakan bertema sosial yang disampaikan dengan penuh penghayatan dari kedua mahasiswa tersebut.
3. Pemutaran Film Pendek Lastarè
Film dibuka dengan adegan seorang anak laki-laki yang sedang melakukan sholat Subuh, jamaah dengan ayahnya. Namun, selesai salam, sang ayah tidak menerima uluran tangan sang anak untuk salaman.
![]() |
cuplikan adegan di film pendek Lastarè |
Selama film Lastarè ini diputar, kebayang suasana di pedesaan Situbondo yang terlihat dari rumah adat yang khas, dengan ornamen yang terkesan jadul. Penggunaan bahasa Madura dari pemain yang kental banget. Peran yang dibawakan juga pas. Peran pendukung, serta puisi yang disampaikan di dalam film, sekalipun berbahasa Madura, tetap ada subtitle-nya.
Film pendek pertama Lastarè ini mengangkat isu bullying dengan latar budaya Situbondo, memperlihatkan dinamika rumit hubungan antara anak dan bapak tanpa sosok ibu, keindahan Situbondo, dan kekuatan sastra melalui monolog puisi berbahasa Madura.
….semuanya sudah selesai (dalam bahasa madura)
Di atas merupakan penutup dari penggalan puisi monolog Irfan, tokoh utama dalam film pendek Lastarè. FYI, Lastarè dalam bahasa Madura memiliki makna “sudah”.
4. Pemutaran Film Pendek WRAPPED
Selanjutnya, pemutaran film WRAPPED diputar, dengan scene seorang ODGJ yang berada di tengah pasar, sedang duduk, mengigau, lalu datang salah satu ibu yang memberinya makanan. Beliau meminta sang ODGJ untuk makan nasi, supaya tidak lagi mengigau.
Bukannya menikmati makanan, justru saat mau menelan suapan pertama, dia jadi tambah histeris ketika melihat satu helai rambut panjang yang ditariknya dari mulutnya. Dari situ, si ODGJ kembali tantrum.
![]() |
adegan chaos di film pendek WRAPPED |
Berbeda dengan Lastarè, WRAPPED ini merupakan cerita yang dikemas secara sederhana namun memiliki sisi emosional tentang perjuangan seorang ODGJ dalam menghadapi trauma masa lalu akibat perundungan di sekolah.
Masih satu tema dengan Lastarè, namun penyampaian dari scene per scene dalam kedua film ini berbeda. Meski demikian, keduanya sungguh sangat bagus untuk ditonton. Bagian paling dar der dor dari WRAPPED ini saat muncul cahaya merah yang berarti “Dangerous”.
5. Diskusi Bareng Sutradara dan Produser
Bagian ini termasuk paling seru lagi, karena di sinilah, kami bisa menanyakan seputar dua film pendek yang telah kami tonton, bersama Sutradara dan Produser dari Lastarè serta WRAPPED.
![]() |
produser & sutradara Lastarè - WRAPPED |
![]() |
pertanyaan diajukan oleh Mbak Ghea, wartawan RRI Jember |
Diskusi berlangsung dengan santai, interaktif, dan penuh antusias. Banyak peserta mengajukan pertanyaan kritis mulai dari alasan pemilihan judul, tantangan produksi, hingga urgensi mengangkat tema bullying.
Uwan Urwan, merupakan produser Lastarè menjelaskan, bahwa film tersebut lahir dari pengalaman pribadinya yang merupakan korban perundungan. Ia menekankan bahwa bullying sering dianggap bercanda, padahal dampaknya sangat besar bagi korban.
Kehadiran Film ini diharapkan menjadi sarana edukasi agar publik lebih peka terhadap bullying di sekitar kita. Jangan sampai hal yang sama terjadi pada keluarga kita. Karena dampaknya tidak bisa dianggap biasa aja. Bisa berkepanjangan.
Dinda Septi W.H., sutradara Lastarè, mengungkap bagaimana tantangan panjang selama produksi: mulai dari proses naskah, mencari pemain dengan kemampuan bahasa Madura, hingga memadukan unsur budaya dan sastra dalam film.
Muhammad Royhan Hariri, sutradara Wrapped, berbagi bagaimana pengalaman pahitnya sebagai korban perundungan. Ia menyoroti betapa menyakitkannya ketika perundungan dibiarkan oleh pihak sekolah.
Sementara Nadine Meida Saniyah, produser Wrapped, memaparkan jika tantangan yang dialami selama proses syuting di lokasi pasar dan sekolah harus mengkondisikan tempat supaya tidak bising, selain itu terkait perizinan perizinan, hingga urunan biaya produksi, terlebih karena status mereka sebagai mahasiswa.
6. Penutup dengan Foto Bareng
![]() |
foto bersama |
Untuk mengabadikan momen mengesankan saat screening film pendek lokal yang diproduksi Pintu Project dan Jawara Film, maka acara ditutup dengan foto bersama, foto bareng produser maupun sutradara dari kedua film, dilanjut dengan pembagian souvenir atau kenang-kenangan yang bisa dipilih sesuka hati. Dan saya memilih gantungan kunci yang ada gunting kukunya. Langsung cantolin dah di tas.
Review Film Pendek Lokal Lastarè dan WRAPPED
Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwasanya kedua film yang diputar di Grand Valonia Hotel, Jember ini memiliki garis besar yang sama. Bullying atau perundungan. Berikut ini saya menampilkan sedikit berita yang diliput media terkait bullying di Jember maupun Situbondo.
![]() |
yang diliput media |
Kasus bullying yang diangkat, dengan latar belakang kota Situbondo dan Jember, itu ternyata ada beberapa yang diliput di media. Namun yang luput dari itu? Tidak ada yang tahu. Termasuk hadirnya film pendek ini juga karena pengalaman yang tidak mengenakkan bagaimana perundungan itu menyesakkan.
“Bully berdampak pada mental seseorang. Jangan meremehkan candaan,” - Uwan Urwan, Produser Lastarè
Kadang ketika ada seseorang kena perundungan, apabila dia merespon, lawan menganggap baper. “Gitu aja baper,”. Tapi kalau diam, justru mereka semakin senang, karena tidak ada tanggapan. Jadi serba salah.
Review Film Lastarè
Saya sungguh sangat mengapresiasi tim Pintu Project, yang mana selama kurang lebih satu tahun, akhirnya bisa merampungkan karya yang patut untuk ditonton khalayak ramai. Berharap bisa ditampilkan melalui layar lebar yang ada di alun-alun kota.
Menemukan rumah adat khas Situbondo pasti juga perlu cari sana-sini. Bahkan setelah dapat rumahnya, harus sesegera mungkin take adegan, supaya rumah bisa digunakan kembali oleh pemiliknya. Effort tim sungguh luar biasa.
“Orang yang berdampak paling besar pada bully itu adalah keluarga,”
Tokoh utama sungguh menghayati perannya. Bagaimana saat tidak didengarkan suaranya oleh orangtua lebih tepatnya ayah sebab ibunya lebih dulu berpulang. Anggapan masyarakat jika ada anak yang pintar, kadang diisyaratkan sebagai anak yang tidak nakal. Justru anak yang dianggap contoh oleh ayah Irfan lah yang telah melakukan perundungan di sekolahnya. Bahkan teman kelasnya hanya diam saja melihat Irfan dirundung.
Puisi monolog berbahasa madura terkait bagaimana kepiluan Irfan karena bully, amat sangat mengena. Lalu langkah apa yang Irfan ambil justru amat sangat disayangkan. Tapi itulah tekanan atau konflik batin yang terjadi antara anak dan ayah. Ditambah kejadian di sekolah. Sehingga Irfan merasa tidak ada tempat yang disebut nyaman, bahkan rumahnya sendiri.
Overall suka banget dengan film pendek berdurasi sekitar kurang lebih 7 menit berjudul Lastarè ini. Semoga hasil kerja keras tim di balik layar, serta pemeran, bisa membuahkan hasil. Bahkan masyarakat luas bisa ikut menikmati tayangan ini juga.
Review Film Pendek WRAPPED
Bagaimana rasanya tidak diterima di sebuah lingkungan karena kekurangan yang kita miliki? Di film pendek WRAPPED inilah, kita bisa mengetahui jika seseorang yang akhirnya menjadi ODGJ awalnya memiliki trauma tersendiri, yang mana jika trauma tersebut dipicu atau dipancing, pasti akan membuat sang ODGJ merespons dengan beragam cara.
“ODGJ tidak bisa dipancing traumanya….”
Film pendek berdurasi kurang lebih 7 menit juga ini, berlatar di sebuah pasar, yang mana pemerannya terdapat anak sekolah. Karena hal yang dilakukan anak tersebutlah sang ODGJ akhirnya berteriak, karena dia seperti mengingat bagaimana teman-temannya merundungnya sebab rambutnya yang berbeda.
Transisi, efek, tokoh utama bahkan pemeran pendukung juga sangat bagus dan natural pembawaannya atau menjiwai peran mereka. Tak lupa pula bahasa Madura yang juga digunakan memang kental.
Saya mengapresiasi betul dengan peran yang diambil tokoh utama yang ternyata seorang mahasiswa fakultas Ilmu Sejarah, Universitas Jember. Selain itu, karena perannya inilah yang akhirnya memenangkan salah satu award. (lupa award apa namanya ya). Soalnya totalitas banget.
Kesimpulan
Adanya Screening Film Pendek dengan Tajuk “Dua Film, Satu Rasa, Satu Malam” ini, menjadi ajang untuk ruang berbagi dalam mengapresiasi serta saling merefleksi apa saja yang bisa diambil dari kedua film pendek ini. Ya, jangan ngebully.
Jadi, selain bisa menikmati film, kita juga belajar memahami bagaimana dampak perundungan serta pentingnya kepedulian sosial pada sekitar.
Hadirnya film yang diproduksi Pintu Project dan Jawara Film ini diharapkan bisa menjadi langkah awal kolaborasi lintas komunitas yang lebih luas, selain itu, hal ini juga bisa menjadi pertanda untuk siapapun termasuk sineas muda, dapat terus berkarya dan menghadirkan cerita yang bermakna.
Semoga informasi yang saya bagikan ini bermanfaat. Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa pada artikel selanjutnya. Jangan lupa untuk tinggalkan jejak komentar kalian di kolom yang telah disediakan, ya.
Xankyu
~ Rohmah
Saya jadi penasaran banget dengan filmnya
BalasHapusTidak boleh direkam kah?
Ulasannya menarik