GA Blogger
47 komentar
Surat Terbuka Atas Kebaikan Kakak dari Adik kecilnya
Sabtu, 28 Mei 2016
Jember, Jember Regency, East Java, IndonesiaBismillahirrohmaanirrohim,
Ketika aku duduk di bangku Aliyah, ada banyak hal yang selalu membuatku benci terhadap perlakuan kalian. Iya, saat duduk di bangku kelas 1 Aliyah, aku sempat pacaran, sampai-sampai aku membuat Mbak Is menangis gara-gara doi ke rumah tapi tak ku persilahkan masuk. Karena aku berpikiran, aku tak akan berbuat macam-macam karena si doi juga membawa teman, sehingga aku cukup santai seperti ngobrol dengan teman-temanku. Setelah mengetahui kejadian itu, Mbak Is, menangis sejadi-jadinya. Ahh… ketika mengingat hal itu, aku menyesal sekali telah melakukannya, aku juga kecewa kenapa sampai Mbak Is sebegitu marahnya padaku. Aku sama sekali tak mengerti.
Memang setiap hal yang kadang aku pikir itu baik, ternyata tak selalu bermakna yang demikian. Kadang bisa bermakna sebaliknya. Oleh sebab itu, aku selalu banyak belajar dari pengalaman dan tak ingin seketika berpikiran negatif dengan suatu perkara.
Read More
Assalamu’alaikum teman-teman. Bagaimanakah kabar
kalian? Senang bisa berjumpa lagi dan semoga kalian senantiasa sehat dan
diberkahi oleh-Nya, Amien.
Oh iya, kali ini saya akan sharing tentang
cerita kelam saya yang salah dalam mengartikan kebaikan yang telah diberikan
oleh orang-orang terkasih di sekitar saya. Pernahkah kalian beranggapan, jika
ada seseorang yang kekeuh melarang kita ini itu, tapi tanpa ada penjelasan gamblang
terkait pelarangan itu. Padahal kalau dipikir-pikir, hal-hal yang kita lakukan
itu tidak menyimpang, namun mereka tetap saja melarang untuk tidak
melakukannya. Kira-kira seperti itu sedikit cuplikannya. Mungkin sebagian dari
kalian pasti pernah menemui bahkan melakoni atau menjumpai hal yang sama, yaitu di mana ketika kebaikan tak selalu baik
di mata orang lain.
Berikut akan saya ungkapkan sekelumit kisah saya melalui surat terbuka dari saya yang
banyak menganggap kebaikan seorang kakak laki-laki saya dan juga kakak-kakak
perempuan saya dengan negatif thingkingnya
tentang keputusan yang pernah mereka buat untuk saya hingga saya baru memahami
sendiri apa yang mereka lakukan itu ternyata baik dan berguna sekali untuk
saya.
check this out
check this out
--------------------------------------------
Dear Mbak dan Mas…
Tiada kata yang dapat terucap selain kata “terima
kasih” yang telah mengajarkanku banyak hal tentang sebuah kebaikan untukku. Ketika
aku masih kecil, yang duduk di bangku SD, kalian memarahiku karena aku selalu
menonton televisi di rumah tetangga ketika pagi hari saat liburan sekolah,
kalian memarahiku, padahal aku tahu kalian bersikap demikian karena ada banyak
pekerjaan rumah yang perlu kuselesaikan selain menonton televisi apalagi di
rumah tetangga.
Ketika aku beranjak duduk di bangku MTs, kala itu
kalian menyuruhku untuk sekolah di Balung, di kecamatan dengan menempuh
menggunakan sepeda mini setiap hari. Sebenarnya sedih sekali, karena letaknya
jauh, padahal di desa kita juga ada sekolah SMP, tapi Mas Munir Kekeuh sekali
untuk menyekolahkanku di MTs yang jauh letaknya. Demi menjalin silaturrahmi
dengan guru-guru yayasan yang ada di sana. Namun, sedikit demi sedikit, aku
tahu kalau kalian melakukan itu semua agar aku bisa belajar mandiri. Supaya aku
juga mampu bertinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan yang bisa dibilang
mendekati seperti sebuah kota.
![]() |
akhirnya bisa lulus juga selama tiga tahun naek sepeda beberapa kilometer hehehe |
Ketika aku duduk di bangku Aliyah, ada banyak hal yang selalu membuatku benci terhadap perlakuan kalian. Iya, saat duduk di bangku kelas 1 Aliyah, aku sempat pacaran, sampai-sampai aku membuat Mbak Is menangis gara-gara doi ke rumah tapi tak ku persilahkan masuk. Karena aku berpikiran, aku tak akan berbuat macam-macam karena si doi juga membawa teman, sehingga aku cukup santai seperti ngobrol dengan teman-temanku. Setelah mengetahui kejadian itu, Mbak Is, menangis sejadi-jadinya. Ahh… ketika mengingat hal itu, aku menyesal sekali telah melakukannya, aku juga kecewa kenapa sampai Mbak Is sebegitu marahnya padaku. Aku sama sekali tak mengerti.
Tapi, lambat laun ketika suasana cukup baik, kalian
memberitahukan kepadaku kalau apa yang telah aku perbuat malam itu saat
berbincang-bincang dengan mantan adalah sebuah perilaku yang tak baik dan juga
bisa dicap kurang baik oleh tetangga di sekitar rumah. Pasalnya, lingkungan
rumahku adalah daerah pesantren bagaimana kalau sampai ada yang tahu dan
mengumbar banyak hal tentang keluarga kita. Begitulah penuturan kalian,
seketika membuatku takut dan merasa bersalah dengan hal yang awalnya aku anggap
biasa dan tak macam-macam ternyata bermakna negatif buat kalian karena suatu
hal dan alasan.
Selanjutnya, ketika aku dinyatakan lulus Aliyah, aku
niat sekali untuk bisa melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Bisa menjadi
mahasiswa di kampus yang dijuluki gedung putih di kota Malang adalah cita-cita
terbesarku. Aku sampai berangan-angan dan berucap di social mediaku, ingin
sekali bisa menjadi bagian dari lulusan gedung putih itu. Kalian tahu nama
kampusnya apa? Yah, dia adalah Universitas Muhammadiyah Malang, universitas
yang tak diragukan lagi kualitas pendidikannya.
Seketika mendapat pengumuman lulus, aku mengurusi
berbagi hal terkait tes masuk ke perguruan tinggi. Saat itu aku mengikuti bidikmisi,
namun ternyata rezekiku tidak sampai di sana. Sehingga aku mengikuti tes
SBMPTN. Dalam tes tulis yang diadakan di Universitas Negeri Jember itu aku tak
mendapatkan restu dari kalian wahai kakak dan juga ibuku. Kalian tahu, aku
sangat menginginkan sekali untk bisa kuliah, tak apa meski tidak jadi ke UMM,
tapi izinkan aku untuk bisa meneruskan pendidikan di kampus yang dulu pernah
kutempati untuk magang dan pelatihan TIK.
Tapi nihil, kalian sama sekali tak menyetujui
keputusanku. Bahkan, aku nekat mengikuti tes SBMPTN dengan tanpa restu kalian. Sehingga,
apa yang kudapat setelah niat baik yang kucanangkan tanpa restu kalian? Aku tidak
diterima baik di Universitas Jember atau Poltek sekalipun. Sedih? Sangat. Kalian
tahu, aku benar-benar tak terima, mengapa kalian memupuskan impianku. aku ingin
bisa hidup mandiri melalui beasiswa kuliah tersebut. Tapi, semua kembali dengan
perizinan kalian. Kalian tak merestuiku untuk kuliah.
Bahkan Mas Munir mengatakan, lebih baik tak usah
kuliah terlebih dahulu. Dia tak bisa membiayai pendidikan di perguruan tinggi,
dan perlu mengurusi kewajibannya sebagai kepala untuk keluarga kecilnya. Dia hanya mampu
menyekolahkanku hingga Aliyah saja. Setelah aliyah, aku diharuskan kembali
mengurus dan merawat ibu, sehingga tugas mulia itu berpindah dari Mas Munir
kepadaku. Saat itu, aku sering banyak menangis meratapi ketidakadilan yang
kudapat. Padahal Mas Munir adalah seorang guru, mengapa dia tak mendukungku
sama sekali. Sedih dan kecewa sungguh kurasakan.
Akhirnya, mau tak mau aku menerima semua keputusan
dari kalian. berhenti untuk mengejar beasiswa kuliah dan focus untuk bekerja. Bekerja
untuk mengurusi ibu. Ahh… aku gak mau bayangin gimana rasanya ketika pertama
kali bekerja. Hehehe. Padahal aku berpikir, kalau saja aku bisa kuliah, aku
bisa memanfaatkan bakat ku yang ada untuk bekerja dan mengurusi ibu. Namun aku
urungkan niat itu. Dan mau tak mau mencoba ikhlas dengan keputusan yang kalian
berikan.
Mengenai aku akan bekerja di mana saat itu, pernah
kuutarakan ingin kerja di sebuah supermarket atau swalayan, karena secara kasat
mata itu adalah pekerjaan yang beken. Tak taunya, mbak-mbak melarangku. Alasannya
karena kalau bekerja di tempat swalayan yang aku maksud, tidaklah boleh
menggunakan jilbab, selain itu aku bisa-bisa pulang malam. Padahal aku tak
pernah keluar malam sama sekali kecuali didampingi Mas Munir. Bagaimana apabila
ada sesuatu hal menimpaku? Siapa yang mau bertanggung jawab?
Setelah itu, aku pun berdamai dengan diri sendiri dan
menerima usulan dari Mbak Is untuk mencoba melamar pekerjaan di tempatku
bekerja saat ini. Saat itu aku mikirnya, kenapa tempatnya di desa, sih. Dekat sama
rumah dan kurang beken. Begitulah ucapku ketika pertama kali menanyakan apakah
ada lowongan pekerjaan. Tak taunya, aku mendapat informasi kalau aku diterima
di tempatku saat ini. Bismillah, sekali lagi dengan sedikit terpaksa saya pun
akhirnya mulai bekerja si CV. Al-Maidah.
Mungkin, tanpa usulan kalian mbak-mbakku sayang,
prestasi yang telah kuraih selama bekerja tak akan pernah kudapatkan hingga
saat ini. Karena, sebulan setelah aku bekerja, aku bisa membeli handphone meski
itu bekas. Setahun lebih kemudian, aku juga bisa membeli motor dengan jerih
payahku selama bekerja, meski masih motor jadul tapi setidaknya aku bisa pergi
dan pulang kerja tidak menggunakan sepeda, dan bisa mengantarkan ibu kemana
pun. Alhamdulillah….
Handphone pertama dari gaji pertama selama sebulan bekerja |
Kalau saja aku tidak menuruti permintaan kalian untuk
bekerja di Al-Maidah, aku juga tak akan mendapatkan android dari hasil lomba
blog yang saat ini bisa kunikmati. Itu adalah hadiah terindah dari usaha kalian
yang pernah kupikir jelek dan kurang bergengsi buatku. Tak taunya, aku
mendapatkan manfaat dari pekerjaan ini. Mengapa demikian, banyak orang yang
mengatakan, pekerjaanku termasuk untung,
karena dekat dengan rumah, gaji yang diterima sudah bersih, makan siang pun
free, bisa pulang cepat, tanpa bayar kos. Itu menurut para tetangga.
Aku bersyukur aku memiliki kalian yang banyak
mendukungku. Aku seringkali berpikir negatif terhadap tujuan yang baik dari
kalian. maafkan adikmu ini yang banyak melukai perasaanmu.
Tak hanya sampai disitu, untuk Mas Munir…
Terima kasih banyak untuk segala hal yang telah kau
contohkan perbuatan baik padaku. Maafkan aku yang banyak iri dengan perlakuan
ibu terhadapmu yang lebih spesial. Hal itu karena kamu adalah sosok seorang
ayah, kepala keluarga untuk aku dan ibu, dan juga figur seorang kakak buatku.
Maapkan atas tingkahku yang sering meluapkan emosi
kepadamu, ketika ibu tidak setuju dengan keputusanku tentang sebuah hal. Aku mengadu
kepadamu tapi aku menganggap kamu menyetujui pernyataan ibu, tapi dilain sisi
kamu tetap mampu menenangkanku layaknya memberi kasih sayang dari seorang ayah
dan kakak. Kamu selalu mengatakan kepadaku, kalau terjadi apa-apa sama ibu,
lebih baik aku mengalah dan berusaha menjelaskan sebaik mungkin kepadanya. Padahal
kau tahu, aku tak begitu dekat dengan ibu. Aku hanya mampu berujar lewat
tulisan atau melalui suara.
Meski demikian, kamu tak henti-henti mampu
meyakinkanku, bahwa apa yang kamu lakukan adalah sebuah kebaikan yang terbaik
untukku. Aku benar-benar minta maaf dengan segala perlakuan burukku terhadapmu
meski itu jarang sekali kutunjukkan padamu. Aku belajar banyak hal dari setiap
masukan-masukanmu.
Aku tahu, apa yang dikatakan olehmu pasti memiliki
tujuan tertentu yang pastinya baik untukku. Karena tak ada seorang kakak yang ingin
menyesatkan adiknya atau membuat adiknya sedih di kemudian hari. Maafkan aku
yang banyak menganggap setiap kebaikan kalian adalah suatu hal yang negatif dan
jauh dari angan-anganku. Padahal aku belum berpengalaman dan tak memiliki
pengalaman lebih seperti kalian wahai kakak-kakakku.
![]() |
Thanks so much my brother and sister |
Memang setiap hal yang kadang aku pikir itu baik, ternyata tak selalu bermakna yang demikian. Kadang bisa bermakna sebaliknya. Oleh sebab itu, aku selalu banyak belajar dari pengalaman dan tak ingin seketika berpikiran negatif dengan suatu perkara.
Terima kasih banyak ya Mbak-Mbak dan Mas Munir, sudah
mau mengingatkanku, memberikanku arahan, dan tak memaksakan sesuatu hal
kepadaku. Aku tahu sekarang, setiap larangan yang ditujukan padaku itu adalah
bukti kau sayang padaku dan tak ingin terjadi hal apapun kepadaku.
Khususnya Mas Munir, aku banyak berhutang budi dengan
sampean hingga aku bisa sampai di titik ini. Kamu selalu menjadi pendukungku di
garda terdepan setara dengan ibu. Aku tak akan menyia-nyiakan usaha sampean
mendidikku layaknya seorang ayah kepada anaknya, meski sejatinya sampean adalah
kakakku. Hehehe…
![]() |
Tanpa kalian aku seperti kapas yang tak ada apa-apanya |
---------------------------------------------------------
Mungkin itu saja sekelumit kisah yang ingin saya bagi
kali ini. Surat terbuka khusus untuk kakak-kakak saya tercinta yang banyak
membimbing saya. Hehehe… kini, saya menerima setiap Kebaikan Seorang Kakak, meski kadang sulit
saya terima, tetapi bisa saya ambil dan petik hikmahnya.
Kalau kalian punya cerita dibalik Kebaikan Yang Tak Selalu
Baik Di Mata Orang Lain, bisa ikutan Giveawaynya Mbak Noorma ya… mumpung ada
waktu nih.
Terima kasih dan jangan lupa tinggalkan komentar
kalian ya, temans…
Akhirul Kalam…