‎ ‎

Pertanyaan "Kapan" yang Tak Berujung

Bismillaahirrohmaanirrohim..‎

Halo sobats. By the way ini adalah postingan pertama yang aku unggah di tahun 2021. Karena ‎awal tahun belum menulis, jadilah postingan baru tayang hari ini. Selain itu, tema ini udah ‎lama mengendap di catatan gawaiku. Kebetulan juga aku mengikuti challenge 30 hari bercerita ‎di instagram. Yang dimulai sejak awal bulan Januari, sampai akhir bulan ini. ‎


Jadi, challenge ini membebaskan pesertanya untuk mengikutinya di berbagai platform. Bisa IG ‎Story, Feed IG, dan Blog. Namun, admin @30haribercerita hanya akan me-repost cerita dari ‎feed instagram. Beberapa hari yang lalu aku udah bikin postingan di instagram. Tapi untuk ‎beberapa tema tertentu akan aku tuliskan lebih dahulu di blog. Supaya aku mendapatkan dua ‎konten sekaligus. Di Instagram dan blog.‎



Ngomongin tema, ”Kapan” itu tentu kamu setuju kalau pertanyaan ini di kehidupan nyata saat ‎dilontarkan oleh pihak tertentu, kerap kali bikin cemas, dan rasa nano-nano lainnya. Sebab, ‎‎”kapan” yang ditanyakan oleh sebagian orang tentu akan turun temurun dan merembet ‎kemana-mana bahasannya. Bahkan tidak akan ada ujungnya.‎


Ketika terlampaui satu jawaban ”kapan”, akan muncul kembali ”kapan” berikutnya. Gitu aja ‎terus. Beberapa pertanyaan ”Kapan” yang tak berunjung tersebut antara lain:‎


Kapan Lulus? Kapan Wisuda?‎

Bagi sebagian mahasiswa tentu akan sering mendapati pertanyaan demikian. Nggak tahu ‎perjuangannya ini itu untuk mencapainya. Bahkan juga ada yang menanggapi dengan senyum, ‎atau cuek tatkala ada yang bertanya demikian. Begitu selesai wisuda, si fulan tetap dicerca ‎dengan pertanyaan ”kapan” untuk kedua kali atau lebih mungkin ya.‎


Kapan Bekerja?‎

Lulus wisuda, bukan berarti Fulan akan terbebas dengan pertanyaan ”kapan”. Melainkan tetap ‎ada yang akan menanyakan kepadanya. Bahkan nggak langsung didengarnya, namun dari ‎orang lain, dengan pertanyaan yang hampir atau serupa dengan kalimat, ”Kapan nih mau cari ‎kerjaan? Mau jadi beban keluarga terus?”, ehhh nggak gitu juga sihhh.‎


Oke, hingga akhirnya Fulan frustasi, ngelamar kerja sana, sini, hingga diterima di sebuah ‎perusahaan tertentu. Atau karena hoki si Fulan, walau cuek menghadapi pertanyaan Fulanah ‎lainnya, saat melamar pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya. Ehh dia keterima. Dewi ‎fortuna memang sedang berpihak padanya. Jadi? Fulan udah bekerja nih ya


Kapan Nikah?‎

Udah lama bekerja sebagai karyawan perusahaan, dengan gaji yang cukup untuk memenuhi ‎kebutuhan diri maupun keluarga. Atau mendapatkan posisi yang mentereng di perusahaan, ‎lantas Fulan mendapati dirinya ditanyai oleh Fulanah lagi. ‎


‎”Udah 2 tahun kerja, jabatan juga oke, apalagi gaji pun cukup lah untuk dinikmati sendiri, terus ‎Kapan Nikah? Ada calonnya nggak nih?” begitulah sedikit pertanyaan Fulanah.‎


‎”Gimana mau nikah, calonnya aja belum ada. Mau dicarikan, kah?,” ungkap si Fulan. ‎


Itu hanya ilustrasi untuk Fulan yang lama bekerja, umur udah pas, belum ada calonnya. ‎Berbeda pula kalau yang ditanyai Fulan lain yang emang udah lama bekerja tapi masih ingin ‎menikmati masa muda dengan bekerja keras. Pertanyaan ”Kapan Nikah” akan menjadi pemicu ‎dia untuk semakin bar-bar dalam bekerja.‎


Karena, begitu ”Kapan Nikah” sudah ada jawabannyam, tentu akan muncul pertanyaan ”kapan” ‎sesi selanjutnya. Ya apakah itu?‎


Kapan Hamil?‎

Cung sini siapa yang tengah menunggu kehadiran buah hati? Ya aku nunjung lebih awal, deh. ‎Hahaha. Iya. Saat Fulanah berhasil memprovokasi Fulan untuk menikah dengan pertanyaan ‎yang sering ditanyakan tersebut. Bukan berarti Fulan terbebas sepenuhnya. Sebab, muncul ‎‎“kapan” jilid 2.‎


‎“Gimana, udah isi?,” , ‎

‎“Kapan nih punya adek?,” , ‎

‎”Mau nunda ta, kok belum hami?” , ‎

‎”Pakai KB ya?”, ‎

‎“Kapan hamil? Itu mbak kamu udah lahiran loh. Malah itu temenmu yang nikah bareng sama ‎kamu udah hamil. Kamu kapan?”‎


Wow, sepertinya ini bagian pertanyaan yang akan cukup sensitif yang ditanyakan sama Fulanah ‎ke Fulan dan suami. Sebab di pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, range kesensitifan nya akan ‎semakin naik, dipicu emosi, perasaan, dan mental akan ikut kebawa. Jadi kalau nggak disikapi ‎dengan wajar, penuh ketenangan, malah membuat Fulan menjadi down. Apalagi kalau Fulan itu ‎cewek. Untuk sejenak mungkin bisa lupa, easy going aja. Tapi lama kelamaan, tetap akan ‎terbayang, hingga over thingking.‎


Begitulah yang tengah kualami saat ini. Menanti kehadiran buah hati. Apalagi setelah satu ‎tahun berlalu, perasaan tatkala orang lain menanyakan hal ini, membuat atmosfir semakin ‎beda. Lebih ganas sih daripada sebelum satu tahun. ‎


Sebab, menyimak apa yang dikatakan dokter kandungan di Belanda, begitu usia pernikahan ‎satu tahun, dan belum dikaruniai anak, maka pasangab perlu berkonsultasi ke dokter yang ‎sesuai menangani bidang tersebut. ‎


Bukan hanya itu, orang-orang yang menanyakan ”Kapan” itu juga tidak mau tahu, atau ‎mungkin tidak terpikirkan kalau hamil itu juga ada campur tangan Tuhan. Karena berkaitan ‎dengan dzuriat atau janin yang ditiupkan lalu hidup di rahim seorang perempuan. Tanpa hukum ‎prerogartif Tuhan, siapa yang dapat memprediksi jawaban tersebut mampu dibungkam?‎


Lebih sensitif lagi, ketika ada yang bertanya ”kapan hamil” lalu dia belum merasakan ada di ‎posisi tersebut. Seakan-akan pasangan tertentu tidak melakukan hal-hal untuk berjuang supaya ‎bisa memiliki momongan. Pertanyaannya seperti menohok namun salah tempat. Harusnya ‎kalau belum merasakan, atau tau rasanya, bisalah mengerti keadaaan pasangan yang tengah ‎menanti kehadiran buah hati itu bagaimana.‎


Karena, ada mereka pasangan yang diberikan momongan secara cepat dan tepat.‎

Ada pula pasangan yang diminta sabar untuk menanti dan akan diberikan dalam waktu yang ‎lambat namun tepat menurut kadar Allah.‎


Begitu masa penantian itu berakhir, orang yang mengalami kejadian serupa tidak melempar ‎pertanyaan itu lagi ke pasangan-pasangan lainnya. Karena rasanya ditanya seperti kapan, ‎kapan itu bisa menguras perasaan loh. ‎


Oh iya, begitu ”Kapan hamil” dilontarkan, lantas cabang ”kapan” lainnya bukan berarti akan ‎terkikis, atau hilang. Akan tetap ada. Seperti.‎


‎”Kapan punya Adek nih?”‎

‎”Kapan mau nambah momongan, kan itu kakak nya udah cocok kalau momong adeknya ‎sendiri,”‎

‎”Kapan, kapan, kapan, wa akhowatuha”‎


Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terus ada di setiap waktunya. Kalau tak ingin terbawa ‎suasana ditanyai seperti itu, memang lebih baik dianggap sebagai angin lalu. Karena segala ‎sesuatunya pasti akan indah jika waktunya telah tiba. ‎



Terus lagi, jangan jadikan pertanyaan kapan seperti roda berputar. Begitu sekarang kamu ‎kerja, lalu kamu akan bertanya hal sama ke orang-orang terdekatmu. Sekiranya kamu tahu ‎perasaan saat ditanyai hal itu,lebih baik cari topik pertanyaan tertentu yang perlu kamu gali.‎


Kayaknya kepanjangan deh tulisan malam ini, hehehe. Semoga artikel curhat aku malam ini ‎tentang ”pertanyaan kapan yang tak berujung” ini bisa bermanfaat yah, teman. Kalau kamu ‎memiliki pengalaman tertentu dengan pertanyaan di atas, atau sejenisnya, boleh deh kamu ‎bagikan di kolom komentar yah. Feel free to drop your comments.‎


Terima kasih sudah membaca dan berkunjung di artikel ini. Sampai jumpa di postingan ‎berikutnya ya. See you


‎~Blessed‎

Khoirur Rohmah


3 komentar

Terima kasih sudah membaca dan berkunjung kemari.
Salam kenal, jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya, supaya bisa berkunjung balik. Hhee. ^_^
  1. Kapan, sebuah awal kata yang bikin baperan ketika kita merasa belum tercapai ya mbak.
    semoga kata Kapan jadi motivasi untuk mencapai keinginan yang belum tercapai. untuk umat yang berjuang didunia ini :)

    BalasHapus
  2. aku juga sering mendapat pertanyaan "kapan yang berujung selesainya kapan"
    aku balas dengan mesem mesem ae wes

    BalasHapus
  3. Hahahaha.. ketika banyak manusia lebih suka kepo dan ikut campur kehidupan orang lain dibandingkan mengurus diri sendiri.. Ya begitu deh hasilnya, banyak pertanyaan kapan keluar

    BalasHapus

Chingudeul